Sendang untuk kehidupan

Sendang untuk kehidupan

Sendang (Jawa) secara umum merupakan kolam atau kubangan air yang berisi mata air, yang sering digunakan untuk keperluan manusia sehari-hari. Dalam pemahaman lain merupakan sumber mata air yang keluar dari dalam tanah, bahkan kata sendang memiliki arti khusus yang berkaitan dengan tradisi atau budaya setempat.

Sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan air, sendang sangat erat dengan budaya lokal dan cerita mistis yang ada di dalamnya. Cerita mistis ada karena manifestasi metodologi untuk melindungi sendang sebagai tempat yang penting untuk tetap dijaga karena cerita ini lahir saat metodologi ilmiah belum menjadi bagian dari cara berfikir masyarakat setempat.
Data tahun 2019 diketahui terdapat 22 sendang di Desa Banyurip Jenar Sragen. Setelah ditelusuri pada tahun 2024 teridentifikasi 18 sendang dan sebagian sudah mengering airnya.
Beberapa nama sendang tersebut antara lain Wuwungan, Kedungkotak, Kemanten, Bendo, Wiryo, Menjing, Panggang, Ndoro Muluk, Grumbul, Bungkus, Klampok/sendang Jambu air, Genthong, Brumbung Atas, Brumbung Bawah, Kandangan, Jaranan, Brumbung, dan Salam-salam
Air yang mengalir dari sendang ini jernih dan masih digunakan penduduk sebagai sarana untuk mandi, mencuci, sumber cadangan air ketika kekeringan melanda, kebutuhan air minum, memandikan jenazah, dan mengairi sawah.

Beberapa diantaranya, sendang memiliki peran dalam kegiatan adat dan tradisi. Salah satunya adalah sebagai tempat khusus bagi pasangan pengantin (pra pernikahan). Masyarakat percaya bahwa menggunakan air dari sendang ini dapat membawa berkah agar rumah tangga pasangan yang menikah menjadi langgeng dan awet. Salah satu tradisi unik yang masih dilestarikan adalah prosesi manten muteri sendang. Calon pasangan pengantin berjalan mengelilingi sendang sebagai simbol permohonan restu dan keberkahan dalam kehidupan rumah tangga mereka.
Di sendang yang lain merupakan tempat untuk melaksanakan upacara pitonan, yaitu peringatan tujuh bulanan kehamilan seseorang.
Sebagai penghormatan budaya, di bulan suro masyarakat melaksanakan tradisi nyadran yang dikemas dalam acara bersih desa. Pada acara ini masyarakat mengadakan doa bersama, membersihkan lingkungan sekitar, serta memberikan sesajen sebagai simbol penghormatan kepada roh leluhur, sekaligus menjaga kelestarian sumber air tersebut. Unsur budaya yang masih kuat melekat dalam acara ini adalah ritual “panjangilang”, yaitu meletakkan sesajen berupa makanan di samping sendang sebagai bagian dari kegiatan nyadran atau ziarah leluhur.
Terdapat sisi mistis sendang selain karen cerita misteri, kisah kelam dan kejadian diluar nalar manusia, yaitu sendang untuk tujuan mistis, yaitu mencari pesugihan (kekayaan), meskipun tidak semua masyarakat mempercayainya.
Sendang yang berlokasi jauh dari penduduk cenderung kondisinya kurang terawat dan terbengkalai. Apalagi yang letaknya tersembunyi dan agak sulit dijangkau membuatnya jarang digunakan secara rutin dan dibersihkan hanya saat tertentu saja. Berbeda dengan sendang yang berdekatan dengan pemukiman. Cenderung terawat bahkan dipekuat dengan bangunan berupa tembok.
Meskipun beberapa sendang sudah tidak mengeluarkan air dan memiliki sumur, namun masyarakat masih tetap menjaga dengan baik. Biasanya keberadaan sendang seperti ini terdapat sebuah pohon besar yang menjadi penanda lokasi, dengan kesan alami dan sakral. Sampai-sampai kemudian terdapat larangan keras bagi perempuan yang sedang haid mendekat ke area sendang sebagai bentuk penghormatan terhadap kesakralannya.
Beberapa sendang menyimpan cerita sejarah dari perjalanan bangsa Indonesia, seperti ektivitas prajurit kerajaan mataram sampai Presiden Soekarno yang pernah singgah di Sendang Jaranan. Sendang ini dinobatkan sebagai sumber air yang paling tua di Desa Banyurip.
Secara sosial sendang juga berfungsi sebagai sarana untuk mempererat hubungan sosial antarwarga melalui kegiatan adat yang diwariskan secara turun-temurun.


Untuk menjaga kelestarian sendang, warga secara rutin melakukan kerja bakti, berbagai tanaman seperti jambu air, alpukat, jagung, dan tebu. Salah satu sendang secara sukarela dirawat oleh seorang warga bernama Marko (61). Secara sukarela ia menunjukkan kesadaran akan pentingnya menjaga situs budaya dan spiritual ini agar tetap lestari bagi generasi mendatang.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top