Nugroho Widiarto, S.T., M.Si. (Anggota Komunitas LPTP Solo), sekarang Kasubbid Inventarisasi Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Jawa-KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)
Apa yang terjadi jika pembangunan dilaksanakan tanpa mempertimbangkan kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup ? Misalnya kawasan industri yang tingkat pemanfaatan airnya sangat tinggi dibangun pada wilayah yang cadangan air tanahnya (CAT) masuk katagori rendah-sedang serta berada ekoregion (bentang lahan) perbukitan struktural patahan, atau pembangunan jalan tol yang melewati jasa pangan yang sangat tinggi dan berada pada ekoregion dataran aluvial dan fluvio-vulkan, tentunya pembangunan tersebut akan berisiko terhadap lingkungan yaitu menurunnya kemampuan jasa ekosistem di wilayah tersebut dan dari aspek ekonomi tidak menguntungkan bagi fisik bangunan karena berada pada wilayah bencana. Resiko-resiko lingkungan ini harus segera dijawab dengan respon kebijakan yang baik.
Percepatan pertambahan jumlah penduduk selalu diimbangi dengan percepatan pembangunan, dan percepatan pembangunan berbanding lurus dengan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Dengan demikian maka pembangunan yang tidak mempertimbangkan kelestarian fungsi lingkungan tentu akan mempengaruhi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (D3TLH). Lingkungan hidup adalah modal pembangunan, modal pembangunan itu harus dikaitkan dengan daya dukung dan daya tampung agar kualitas dan kuantitas Sumber Daya Alamnya tetap terjaga dengan baik. Tren seperti ini sulit karena yang banyak terjadi daerah-daerah dengan gampang membuka lahan pertanian untuk pembangunan aktfitas perdagangan dan jasa tanpa mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, seperti inilah yang menyebabkan sebagian keadaan Sumber daya Alam kita saat ini dalam kondisi rusak (potensinya menurun).

Perlunya perlindungan kawasan lumbung pangan di Jawa
Milestone Regional Jawa contohnya, bahwa Jawa merupakan wilayah yang mempunyai jasa pangan sangat tingggi (sebagai lumbung pangan nasional) seperti Kabupaten Sukoharjo, Karawang, Indramayu, Klaten, Cianjur, Nganjuk, Boyolali dan Pasuruan. Wilayah tersebut ditekan dengan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan infrastruktur. Hal seperti ini menjadi kontradiksi yang menyebabkan daerah tersebut mengalami penurunan jasa ekosistemnya.
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pengertian tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup, yaitu: “Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya” sedangkan “Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya”.
Secara operasional, kajian ilmiah ini menetapkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan pendekatan konsep jasa ekosistem, dengan pengembangan asumsi dasar sebagai berikut :
- Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya;
- Semakin tinggi jasa ekosistem suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Jasa Ekosistem (ecosystem services) dalam D3TLH adalah suatu manfaat yang diperoleh oleh manusia dari berbagai sumber daya dan proses alam yang secara bersama-sama diberikan oleh suatu ekosistem. Jasa ekosistem dikategorikan menjadi empat, yaitu meliputi jasa penyediaan (provisioning), jasa pengaturan (regulating), jasa budaya (cultural), dan jasa pendukung (supporting) – (sumber : Millenium Ecosystem Assessment – United Nation 2005).
Jasa ekosistem pada habitat bumi ditentukan oleh keberadaan faktor endogen dan dinamika faktor eksogen yang dicerminkan dengan 3 (tiga) komponen yaitu kondisi ekoregion (bentang lahan), penutup lahan (landcover/ landuse) dan tipe vegetasi sebagai penaksir atau proxy. Oleh karena itu, diperlukan proses transformasi data dari ekoregion (bentang lahan), penutup lahan dan tipe vegetasi menjadi nilai jasa ekosistem. Proses penyusunan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup didahului dengan inventarisasi potensi dan permasalahan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Mendasari Pasal 6 ayat (2) Undang Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa kegiatan inventarisasi dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumberdaya alam antara lain :
- Potensi dan ketersediaan;
- Jenis yang dimanfaatkan;
- Bentuk penguasaan;
- Pengetahuan pengelolaan; dan
- Bentuk kerusakan dan konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.
Dari penjelasan diatas maka fungsi dan manfaat data dan informasi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup berbasis kinerja jasa lingkungan adalah sebagai :
- Prediksi yaitu melakukan prediksi dampak dan risiko lingkungan dari sebuah rencana terhadap ekosistem;
- Pengarah yaitu mampu memberikan arahan lokasi yang tepat dan minim risiko lingkungan;
- Pengendali yaitu upaya pengendalian pemanfaatan ruang wilayah yang dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian lingkungan; dan
- Evaluasi yaitu untuk menentukan kelayakan lingkungan produk perencanaan, Green Plan, Go Plan or No Go Plan.

Perlunya acuan dalam pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan di berbagai daerah.
Saat ini Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020-2024 sudah dirancang dan harapannya Januari 2020 dapat disahkan oleh Presiden Republik Indonesia (Ir Joko Widodo), dengan harapan bahwa RPJMN tersebut menekankan pertimbangan D3TLH menjadi acuan bagi setiap perencanaan pembangunan di daerah agar perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dapat berkesinambungan dan tentunya perencanaan pembangunan yang diharapkan adalah pembangunan berefek pada rendah karbon (low carbon development) dan dibuat berdasarkan penilaian berbasis ilmiah (scientific-based assessment) agar menghasilkan kebijakan pembangunan yang benar – benar dapat dipertanggungjawabkan dan berpihak pada lingkungan hidup.
____________________________________